Jakarta - Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya mengungkap jaringan penipuan internasional asal Kamboja yang menipu warga Indonesia melalui pelatihan saham daring. Modusnya, para pelaku mengiming-imingi keuntungan besar lewat kelas investasi online yang diklaim diajar oleh seorang “profesor” bersertifikat dari Amerika Serikat.
Kasubdit III Siber Polda Metro Jaya, AKBP Raffles Langgak Putra, mengatakan sindikat ini beroperasi dari klaster Kamboja dan menargetkan korban di Indonesia melalui media sosial serta aplikasi pesan instan.
“Pelaku membuat akun media sosial yang tampak profesional, lengkap dengan foto dan video buatan agar terlihat kredibel. Dari sana, mereka mengajak korban bergabung ke grup WhatsApp dan Telegram,” ujar Raffles dalam konferensi pers, Jumat (31/10/2025).
Di dalam grup tersebut, pelaku yang mengaku sebagai “profesor” memberikan pelatihan membaca pergerakan saham dan aset digital. Untuk menambah kepercayaan, pelaku bahkan meramalkan pergerakan saham yang terbukti benar pada hari berikutnya.
Sementara,Itu membuat korban percaya bahwa pelaku memang memiliki kemampuan analisis pasar yang luar biasa,” tambah Raffles.
Pelaku menyebarkan narasi bahwa pasar saham akan runtuh pada Juni 2025, dan menyarankan peserta untuk segera memindahkan investasinya ke aset digital atau kripto. Korban yang terlanjur percaya pun mengikuti arahan tersebut hingga total kerugian mencapai Rp 3,05 miliar.
Uang hasil kejahatan itu ditransfer ke rekening atas nama PT Global Organic Farm dan PT Jongo Karya Abadi, dua perusahaan yang ternyata tidak memiliki izin di bidang investasi maupun perdagangan aset digital.
Polisi kemudian menangkap tiga pelaku di Indonesia, masing-masing berinisial NRA alias M, RJ, dan LBK alias A. Mereka berperan sebagai pencari nomine, yakni orang yang dipinjam identitasnya untuk membuka rekening atau mendirikan perusahaan fiktif.
"Rekening, perusahaan, dan akun kripto hasil rekrutmen itu kemudian dibawa ke Malaysia untuk diperjualbelikan dan digunakan dalam aksi penipuan lintas negara,” jelas Raffles.
Menurut penyidik, setiap pembuatan rekening dihargai sekitar Rp 5 juta, sedangkan satu perusahaan fiktif dihargai Rp 30 juta. Polisi kini bekerja sama dengan Interpol dan otoritas Kamboja untuk melacak pelaku utama yang diduga masih bersembunyi di luar negeri.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 45 ayat (1) jo Pasal 28 ayat (1) UU ITE, Pasal 81 dan 82 UU Transfer Dana, serta Pasal 3, 4, dan 5 UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) karena diduga menggunakan hasil kejahatan untuk menyamarkan asal-usul dana. (bank)
Ilustrasi Sindikat Asal Kamboja Gunakan Kelas Saham Daring 













Komentar
Tuliskan Komentar Anda!